RSS
Tampilkan postingan dengan label artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label artikel. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 14 Februari 2015

Sejarah dan Perkembangan Harian Kompas

Sejarah dan Perkembangan Harian Kompas
Kompas sebagai suatu perusahaan media massa yang besar dan prestisius ini merupakan sebuah perusahaan yang paling lama atau mempunyai umur yang lebih lama dari media yang lainnya. Harian yang bermotto ” Amanat Hati Nurani Rakyat”. Di awali dengan akan bangkrutnya PT Kinta dengan terbitan majalah bulanan Intisari yang didirikan oleh (Alm.) Auwjong Peng Koen, atau lebih dikenal dengan nama Petrus Kanisius Ojong seorang pimpinan redaksi mingguan Star Weekly, berserta Jakob Oetama, wartawan mingguan Penabur milik gereja Katolik.

Pengertian Political Cartoon atau Kartun Politik

Pengertian Political Cartoon atau Kartun Politik
Kartun berasal dari bahasa Italia, cartone, yang berarti kertas. Kartun pada mulanya adalah penamaan bagi sketsa pada kertas a lot (stout paper) sebagai rancangan atau desain untuk lukisan kanvas atau lukisan dinding, gambar arsitektur, motif permadani, atau untuk gambar pada mozaik dan kaca. (Pramono 1996: 48-49).
Namun seiring perkembangan waktu, pengertian kartun pada saat ini tidak hanya sekedar sebagai sebuah gambar rancangan, tetapi kemudian berkembang menjadi gambar yang bersifat serta bertujuan humor dan satir seperti pada political cartoon.[1]
The Ensyklopedia of Cartoon  membedakan secara lebih khusus terhadap cartoon sesuai

macam-macam Kartun dan Karikatur

Macam-Macam Kartun dan Karikatur
Di dalam karikatur, Menurut Augustin Sibarani dapat dibagi menjadi tiga bentuk yaitu : personal caricature (karikatur perorangan, pribadi), social caricature (karikatur sosial atau kemasyarakatan), dan political caricature (karikatur politik). ( Sibarani 2001: 74)
Melalui personal caricature, menurut Sibarani menjelaskan seorang tokoh di gambarkan tanpa kehadiran obyek lain atau situasi di sekelilingnya secara karikatural dengan mengekpose ciri-cirinya dalam bentuk wajah atau dengan kebiasaanya. Didalam penggambaran yang menonjolkan ciri dan watak ini sangat tersirat faktor humor yang dapat orang tersenyum ketika melihatnya. ( Sibarani 2001: 70)
Description: caricature,1800,art,arts,history,caricaturas,disegno-5ac28df0419b4584378dee93e2d80b11_h.jpg
Gambar 2.1
Gambar 2.1 “Les Poires” (The Pears) karya Charles Philipon yang muncul dalam majalah  Le Charivari, 1 januari1831. Philipon menggunakan imajinasi buah pears untuk mendominasikan wajah raja perancis, Louis Philippe. (Sumber: Setiawan 2002)
Seorang karikaturis, menurut Augustin Sibarani harus mahir dalam melukiskan tokoh yang digambarkan untuk menjadi simpatik atau tidak. Karena itu di perlukan kamampuan mendalami ciri-ciri garis watak dari tokoh yang digambarkan, dengan kata lain seorang karikaturis harus menguasai ilmu menyelami perwatakan.
Bentuk karikatur yang kedua adalah social caricature dimana Augustin Sibarani menuturkan melalui karikatur ini karikaturis mengemukakan dan menggambarkan tema sentral mengenai persoalan masyarat yang menyinggung rasa keadilan seseorang. Misalnya perbedaan sikaya dan simiskin, atau tentang kehidupan seorang petani yang sawahnya gersang karena kekurangan air. ( Sibarani 2001: 26)
Karikatur sosial ini dapat menampilkan bermacam-macam humor yang didasarkan pada Satire, menurut Augustin Sibarani menjelaskan bahwa Satire dapat diartikan sebagai sebuah ironi, sebuah tragedi-komedi, atau sebuah parodi.unsur humor yang disampaikan bukan merupakan hal yang utama, sehingga dapat menyebabkan para pembacanya tersenyum pahit, walaupun terkadang bisa juga terbahak-bahak. ( Sibarani 2001: 10)
Bentuk karikatur yang terhir adalah caricature political dimana Augustin Sibarani menjelaskan bahwa karikatur ini bertujuan untuk menggambarkan sebuah situasi politik yang diatur sedemikian rupa sehingga pembaca dapat melihat para tokoh politik melalui sudut pandang yang mengandung unsur humor. Dalam hal ini seorang karikaturis layaknya seorang sutradara yang menampilkan drama politik dalam bentuk Satire yang diolah sedemikian rupa sehingga menarik dan menjadi suguhan yang unik. ( Sibarani 2001: 27)
Menurut Augustin Sibarani walaupun memiliki ciri-ciri yang mirip dengan tipe karikatur yang lain, karikatur politik hanya bergerak di bidang pers dan jurnalistik. Walaupun karikatur politik juga di kerjakan di bidang fine art dan banyak dilukis dengan cat minyak di atas kampas seperti tipe karikatur yang lainnya. ( Sibarani 2001: 30)

Karikatur politik, menurut Augustin Sibarani diperkirakan sudah terlihat kebangkitanya pada abad ke 15 dan ke 16, yaitu pada masa “pemberontakan” pemimpin agam protestan Marthin luther terhadap penjualan surat alfaat (surat-surat penebusan dosa yang dapat dibeli). Pada masa itu, gambar-gambar protes tersebut disebarkan dalam bentuk “woodcuts” atau cukilan kayu dimana gambar-gambar yang mengandung unsur politik tersebut dinyatakan sebagai “art of protest”. ( Sibarani 2001: 10)

Pengertian Kartun dan Karikatur

Pengertian Kartun dan Karikatur
Istilah kartun sudah dikenal oleh manusia  pada masa yang sangat lama. Dalam sejarahnya kartun diperkenalkan oleh Annibale Carraci pada abad-XVI yang memperkenalkan kata “karikatur” yang berasal dari kata carricare (melebihkan untuk memunculkan karakter) (Merriam 1994: 1712).
Kartun sendiri berasal dari kata “cartoon” yang berarti karton. Kata cartoon dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi “kartun”. Secara historis cartoon hanya berupa kertas tebal yang digunakan untuk membuat sketsa rancangan dalam pembuatan fresco (lukisan dinding). Ketika itu sketsa karton tersebut menjadi acuan untuk dijiplak kedinding-dinding.[1]
The Ensyklopedia of Cartoon  membedakan secara lebih khusus terhadap cartoon sesuai dengan kegiatan yang ditandainya. Comic cartoon atau gag cartoon untuk lelucon sehari-hari. Political cartoon untuk gambar sindir politik. Animated cartoon untuk film kartun dan editorial cartoon digunakan khusus untuk kartun media pers cetak (surat kabar, tabloid majalah) yang berisi komentar dan sindiran terhadap peristiwa, berita ataupun isu yang berisi hangat dimasyarakat (Horn 1980: 15-24).
Definisi karikatur yang lainnya dari Encyclopedia Beritanika yang dikutip oleh Augustin Sibarani menjelaskan bahwa:
“karikatur adalah penyajian atau penggambaran seseorang, suatu type, atau suatu kegitan dalam keadaan terdistorsi, biasanya dalam suatu penyajian yang diam yang dibuat berlebihan dari gambar-gambar binatang, burung, sayur-sayuran yang menggantikan bagian-bagian dari benda hidup atau persamaanya dengan kegiatan binatang.” (Sibarani, 2001: 10)
Istilah karikatur berasal dari kata “caricatura” asal katanya yaitu caricare yang memiliki arti memberi muatan atau tambahan ekstra atau berlebih. Seperti yang di kutip oleh Augustin Sibarani menjelaskan bahwa:
“istilah caricare ini berkaitan dengan caratere yang berarti karakter, dan juga kata cara dari bahasa spanyol yang berarti wajah, dimana dalam karikatur peranan wajah merupakan unsur yang penting, karena wajah dapat menggambarkan watak seseorang dan juga menonjolkan cara-cara manusia dengan ciri-ciri yang khas.” (Sibarani, 2001: 11)

Kata “karikatur” baru populer dan di pakai dalam kehidupan dunia seni ketika pada tahun 1665, seorang seniman italia bernama Gian lorenzo Bernini memperkenalkan kata-kata “caricatura” dalam kunjungannya ke perancis. Disana Bernini memperlihatkan sejumlah karya yang unik dan mengandung unsur “distorsi”, dan sejak itulah kata khas “caricatura” menjadi terkenal dan mendapat tempat dalam sejarah.
Bila dilihat dari sejarah, gambar-gambar yang memiliki tipe karikatur sudah ada sejak jaman dahulu, dimana sejak jaman purbakala sudah ada goretan-goretan karikatural pada tembok-tembok gua yang menyampaikan pesan tertentu. menurut Muhammad Natshir Setiawan para seniman mesir kuno telah membuat gambar-gambar karikatur pada papirus dan dindimg-dinding piramid. Mereka menggambarkan fersonifikasi dewa-dewa dengan bentuk manusia setengah hewan. Bentuk-bentuk karikatur juga ditemukan di Yunani, dimana orang-orang Yunani sering mengejek dewa-dewa mereka dengan sindiran efektif sebagai bentuk alat melawan otoritas ( Setiawan 2002: 46).
Hal senada diungkapkan oleh sutarno yang di kutip oleh setiawan sebagai karya jurnlistik non-verbal, karikatur cukup efektif dan mengenah balik dalam menyampaikan pesan maupun kritik sosial. Di dalam karikatur dapat ditemukan unsur-unsur kecerdasan, ketajaman, dan ketetapan berpikir kritis dan ekpresif sebagai bentuk reaksi terhadap fenomena permasalahan yang muncul dalam kehidupan masyarakat luas (Setiawan 2002: 50)
Menurut Muhammad Natshir Setiawan menambahkan, meskipun bentuk representasi karikatur lebih didominasi oleh gambar, namun dinilai memiliki kekuatan politis. Hal ini dilihat dari karya karikaturis Amerika, Thomas Nast, yang membongkar kasus korupsi Wiliam M. Tweed dengan judul Tammany Tiger. Dimana karikatur mulai bergeser dari arti karikatur yang sebenarnya menjadi gambar yang bermuatan pilitis (Setiawan 2002: 50)
Menurut Sudarta yang dikutip oleh Muhammad Natshir Setiawan perkembangan karikatur sebagai wacana jurnalistik dapat menggiling interpretasi pembaca pada hal-hal yang lebih imajinatif. Hal ini dapat menjadi sarana pendewasaan pembaca terutama dalam menghadapi kritik. “
(Setiawan 2002: 50)



[1] Jurusan KPI F. Dakwah IAIN Sunan Ampel, Jurnal komunikasi Islam, volume 02, no. 1, 2012. H. 112.

Tajuk Rencana atau Editorial

Tajuk Rencana atau  Editorial
Setiap halaman surat kabar umumnya memuat laporan dan rekaman setiap peristiwa – peristiwa yang terjadi, ide –ide, opini yang berkembang paling akhir di dunia. Laporan dan rekaman dimaksud lazim disebut berita. Selain dari itu ada satu atau beberapa karangan yang mengemukakan ide, pemikiran, opini, dan tanggapan suratkabar yang bersangkutan terhadap berita yang pernah atau sedang dimuatnya. Dalam hal ini pemuatan berita dan opini selalu bergandengan, atau bersamaan waktunya. Sebab, kapan pun, pertanyaan pertama yang terlontar dari semua orang yang memperoleh informasi dari berita yang dibaca, didengar, atau ditontonnya, adalah “ Apa pendapat Anda tentang berita ( peristiwa yang diberitakan) itu ?”
Berdasarkan keadaan demikian maka suratkabar, radio, atau televisi, selalu menyuguhkan jawabannya bersamaan dengan pemuatan atau penyiaran beritanya, dalam bentuk karangan atau tuturan yang mengemukakan ide, pemikiran, dan opininya. Bahkan biasanya dikembangkan dengan mengajukan saran – saran atas jalan pemecahan permasalahannya. Karangan atau tuturan dimaksud lazim disebut tajuk rencana atau editorial. Ada juga yang menggunakan istilah : kepala karangan, masalah kita, pokok bahasan, atau pendekatan kita.
Secara harafiah editorial atau tajuk rencana diartikan sebagai karangan utama di dalam suratkabar, majalah, dan sebagainya (Moeliono, 1990: 886). Lebih lengkp lagi Webster’s World University Dictionary (hal. 1. 111) menjelaskan pengertian editorial sebagai sebuah karangan, dalam majalah atau suratkabar, yang mengomentari masalah yang aktual, atau yang menyajikan kebijaksanaan suatu pemberitaan. Bahkan lebih jelas lagi Landau (1975: 225) mengartikan dengan karangan atau komentar pada majalah, suratkabar, radio, atau televisi, yang isisnya menyatakan opini redaksi, penerbit, atau manajemennya.
Zaman dulu penyajian berita dan opininya selalu menggunakan jurnalise yang terpisah. Berita disunguhkan melalui jurnalistik suratkabar, majalah, radio, dan televisi. Sedangkan opini biasa diutarakan melalui pamflet – pamflet. Baru di tahun 1740 Daniel Dofoe pertamakali menggabungkannya dalam satu penerbitan miliknya, The Review, yang diterbitkan di London (Bond, 1961: 211).
Halaman khusus yang disebut pula halaman editorial itu biasanya berisi opini pemilik suratkabar terkait, dinyatakan secara tertulis dalam bentuk ulasan, grafik, atau kartun; majalah juga berisi berupa opini-opini orang lain. Opini dari pihak luar dimaksud mungkin berupa ide-ide para pembacanya, “Surat Pembaca” atau “Kepada Redaksi yang Terhormat” atau “Kontak Pembaca”, atau petikan-petikan pendek dari tajuk rencana koran-koran rekannya dengan judul “Apa yang Pers Bicarakan”.
Kini halaman editorial tidak mutlak harus dipisahkan. Kadang-kadang komentar atau opini orang terhadap berita, dalam arti peristiwa yang diberitakannya, ditempatkan pada akhir pemberitaannya yang ditutup dengan nama samaran (kadangkala nama asli) dari penulisnya. Editorial atau tajuk rencana pada umumnya ditulis oleh seorang editor yang khusus. Kini, kecuali pada suratkabar-suratkabar kecil,penulisan tajuk rencana dikerjakan oleh suatu staf yang terdiri atas dua atau tiga orang penulis editorial bahkan disuratkabar yang besar bisa mencapai sepuluh sampai dua belas penulis.
Mereka yang menulis tajuk rencana memikul tanggungjawab yang berat terhadap publiknya. Mereka berkewajiban menyampaikan informasi yang baik dan benar, sehingga membuat dirinya menjadi spesialisasi dalam menguraikan fakta tertentu melalui tulisannya, dan fair dalam mengemukakan pendapatnya. Geofferey Parson ketika menjadi penasihat Pemimpin Redaksi The New York Herald Tribune menyatakan bahwa latar belakang para penulis tajuk yang termashur adalah kecakapannya yang luar biasa dalam memikirkan apa saja. Penulis tajuk yang jempolan dapat dijumpai sebagai orang yang luas wawasan pengetahuannya, seperti yang selalu ditunjukkan oleh para guru, filosof, atau kritikus. Mereka tidak akan banyak tahu apabila mereka mengekang perhatiannya.
Kode Etik Tajuk
Para penulis tajuk, baik perorangan maupun kolektif, mewujudkan tanggungjawabnya selaku pembentukan opini publik ditunjukkan oleh bunyi kode etik yang disusun dan disetujui Konperensi Nasional para Penulis Tajuk di Amerika Serikat; Mukadimahnya menyatakan bahwa penulis tajuk seperti halnya ilmuwan, di manapun ia berada, harus menganut kebenaran, apabila setia pada karya dan masyarakatnya. Butir-butir pokok dari kode etik itu adalah:
1.      Penulis tajuk harus selalu menyajikan fakta dengan jujur dan lengkap
2.      Dia harus mengambil konklusi secara obyektif dari fakta tertentu dengan didasarkan pada bobot buktinya serta konsep yang telah dipertimbangkan masak-masak.
3.      Dia tidak akan pernah dimotivasi oleh kepentingan pribadi.
4.      Dia harus menyadari bahwa dirinya tidak sempurna, dan harus mengutarakannya kepada mereka yang berbeda pendapat dengan melalui cara yang pantas dalam bentuk karangan bagi publiknya.
5.      Dia harus meninjau kembali konklusinya dan memeriksanya sehingga ditemukan dasar-dasar yang menimbulkan kesalah-pahaman sebelumnya.
6.      Dia harus memiliki keberanian untuk menyatakan keyakinannya secara benar dan tidak akan menulis apa pun yang melawan kata hatinya. Apabila halaman tajuknya menghendaki banyak pendapat, maka bisa diisi dengan himpunan tajuk-tajuk atau karangan perorangan. Karenanya opini yang benar-benar hasil pemikiran pribadinya akan selalu dihormati.
7.      Dia hendaknya mendorong para koleganya agar memupuk kesetiannya pada integritas profesional yang bermutu tinggi.
Khusus bagi jurnalisme Indonesia, sampai saat ini belum memiliki kode etik para penulis tajuk itu. Namun demikian dalam jurnalistik, kalangan abdi pers Indonesia telah menangkap apa yang dimaksudkan etika para penulis tajuk tersebut.
Misalnya pada pasal 2 ayat (1) Kode Etik Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dinyatakan bahwa wartawan Indonesia dengan rasa penuh tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan perlu/patut tidaknya suatu berita atau tulisan disiarkan. Ia tidak menyiarkan negara dan rakyatnya, menimbulkan kekacauan, atau menyinggung perasaan susila, kepercayaan agama, atau keyakinan seseorang, atau suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang.
Pasal 3 ayat (5) Kode Etik Jurnalistik pun menyatakan bahwa dalam tulisan yang menyatakan pendapat tentang sesuatu kejadian, wartawan Indonesia menggunakan kebebasannya dengan menitikberatkan pada rasa tanggungjawab nasional dan sosial, kejujuran, sportivitas, dan toleransi. Dalam ayat (6) dari pasal ini ditegaskan pula bahwa wartawan Indonesia menghindari siaran yang bersifat amoral, cabul, dan sensasional. Bahkan pada pasal 4 ayat (1) lebih ditegaskan lagi, bahwa tulisan yang berisi tuduhan yang tidak berdasar, hasutan yang membahayakan keselamatan negara, fitnahan, memutarbalikkan kejadian dengan sengaja, menerima sesuatu untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan sesuatu berita atau tulisan, adalah pelanggaran yang berat terhadap profesi jurnalistik.
Dalam hal ini dikalangan pers Indonesia, para penulis tajuk mempunyai status dan predikat yang sama, yaitu wartawan Indonesia. Dengan demikian semua hak dan kewajiban wartawan Indonesia yang diatur, baik oleh Undang-undang tentang Ketentuan Pokok Pers Indonesia atau pun Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia, berlaku juga bagi para penulis tajuk media massa di persada Indonesia. Mereka tergolong pada wartawan Indonesia yang memiliki kepribadian sebagai warga negara yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat Pada Undang-Undang Dasar 1945, bersifat kesatria, dan menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia serta perjuangan emansipasi bangsa dalam segala lapangan, dan dengan itu turut bekerja ke arah keselamatan masyarakat Indonesia sebagai warga dari masyarakat bangsa-bangsa di dunia (lihat Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia).
Tujuan, Struktur, dan Susunan Tajuk. Tidak seorang pun penulis tajuk yang tahu persis persentase para pembaca tajuknya, namun ia merasa tepat dalam memperkirakan tipe pembaca yang dijangkaunya. Dia menganggap pembaca sebagai insan yang memiliki latar belakang dan pendidikan yang bisa memusatkan perhatiannya terhadap hasil renungan pemikirannya, lebih mengharapkan informasi ketimbang pemberitaan yang disajikan, dan selalu mencari beberapa interprestasi dari pengertian dan maksud tulisan-tulisannya. Dengan demikian para penulis tajuk memahami bahwa tajuk harus ditulis dalam gaya dan isi yang pantas bagi kalangan pembaca demikian.
Kini tajuk suratkabar dikemukakan sebagai bentuk khusus dari jurnalistik. Bentuknya sangat dekat dengan bentuk sastra yang disebut esei. Namun tajuk berbeda dari esei dalam hal ringkas dan sifat kontemporernya (umurnya). Sebuah esei yang ditulis dalam abad ke-18 tetap segar dan relevan untuk dibaca sekarang, seperti ketika Joseph Addison atau Richard Steele pertama sekali dikisahkan, karena penuh dengan masalah yang bernilai abadi. Sedangkan sebuah tajuk yang ditulis dalam abad ke-18 kini menarik perhatian hanya sebagai barang antik saja, karena hanya berisi masalah-masalah yang berhubungan dengan kejadian mutakhir pada abad itu.
Dengan demikian kita bisa mendefinisikan tajuk rencana sebagai suatu esei pendek yang disajikan sesuai tempat dan waktunya. Maksudnya, dinyatakan apa yang dipikirkan suratkabar itu sendiri pada saat itu. Ia menyampaikan gagasan dan pendapatnya dalam berbagai cara. Mendiang Arthur Brisbane, yang memiliki banyak penganut di zamannya, percaya bahwa kesempatan penulis tajuk ada empat hal: dia bisa menggurui, menyerang, membela, dan memuji.
Menggurui atau mengajar sangat penting dan sangat sulit. Menyerang paling gampang, namun sangat tidak menyenangkan, meskipun kadang-kadang diperlukan. Membela (mempertahankan) melawan ejekan, adalah penting, namun selalu diabaikan oleh para penulis tajuk. Memuji pun sering diabaikan, kecuali dalam hal dukungan tanpa arti. Dalam hal ini menulis tajuk hendaknya diawali dengan ada sesuatu yang harus dikatakan. Kemudian utarakan sehingga orang-orang membacanya, memahaminya, mengerti, dan mempercayainya.
Idealnya fungsi tajuk adalah membentuk dan mengarahkan opini publik; Menerjemahkan berita mutakhir kepada pembaca dan menjelaskan maknanya. “Apabila dari waktu di beberapa New York Time, ” Perbaikan yang bisa diandalkan selalu dekat kalau beritanya menyajikan fakta dengan jujur. “(Bond, 1961: 241).
Adapun strukturnya, tajuk sederhana sekali. Terdiri atas caption atau headline atau judul, news peg atau informasi yang mendasarinya, opini yang timbul atas news peg tadi, dan beberapa uraian yang bersifat informatif, reaksional, dan mendalam. Seperti banyak tajuk yang dituturkan hanya dalam tiga paragraf, kita sering melihat ketiga bagian itu disusun secara berurutan.
Judul tajuk selalu menggambarkan nilai tajuknya sendiri, dan dapat menyatakan opini atau menentukan sifat seluruh tajuknya. Kadang-kadang hanya merupakan sebuah lebel atau suatu penarik perhatian saja.
Kini tajuk cenderung dikemukakan sependek mungkin. Panjang tajuk rata-rata 300 kata (berlaku disemua negara). Trend tersebut membatasi ketangkasan penulis tajuk pada area yang lebih kecil ketimbang apa yang dikerjakan oleh pakar pada bidang lain. Seorang khatib dapat berkhotbah panjang lebar. Seorang pengacara dapat mengemukakan sejumlah pembelaannya. Namun penulis tajuk harus memandatkan fakta dan argumentasinya pada beberapa paragraf wacana yang pendek.
Adapun uraian materipokoknya hampir tidak terbatas. Penulis tajuk dapat memperoleh isnpirasinya dari masala-masalah lalu, kini, yang aktual sesuai dengan tuntutan resep suatu tajuk rencana. Berita suatu kejadian tertentu, tentu saja memerlukan tajuknya. Masalah-masalah politik yang muncul, pentingnya pembuatan suatu undang-undang, meninggalnya tokoh terkemuka, penciptaan dan penemuan-penemuan baru, pemecahan rekor dari segala bentuk prestasi, peristiwa-peristiwa olahraga, dan pertanyaan-pertanyaan masyarakat umum yang menaruh perhatian terhadap semua pelayanan, merupakan bahan pengolahan tajuk rencana. Drmikian pula pada redaksi selalu mengharapkan para penulis tajuknya menghasilkan apa yang disebut “sinar” tajuk. Dia tahu bahwa para pembacanya selalu menyayangi pendekatan yang barnada humor.
Dengan mengomentari beberapa keadaan secara lucu terhadap peristiwa yang diberitahukan hari itu, tajuk kadang-kadang menyegarkan kelesuan atau kebiasaan masyarakatnya. Sama halnya dengan artikel tentang kejadian lokal yang akan lebih membangkitkan perhatian pembaca ketimbang berita tentang kejadian yang ratusan mil jaraknya. Aturan tajuk pun ditetapkan demikian. Inilah ciri-ciri kecenderungan masa kini yang tampak berkembang dalam komentar sebuah tajuk. Kini gaya artikel yang berbobot ensiklopedi akan kehilangan peminatnya. Tajuk-tajuk yang bersifat analitik persuasif, yang harus hadir setiap hari atau pu minggu, kini menurut para redaktur suratkabar agar menyediakan ruangan lebih banyak lagi, terutama untuk menyuguhkan topik-topik internasional, nasional, dan daerah. Sedangkan sisanya dapat dipergunakan untuk menyajikan masalah-masalah kesejahteraan, kesehatan, sosial ekonomi dan perburuhan, berita duka, agama, sain, ucapan selamat serta referensi pribadi lainnya, dan sebagainya.
Gaya Tajuk, Meskipun umumnya suratkabar menyediakan hanya dua persen ruangannya untuk memuat opini dan pembelaannya, namun mereka menganggap materi tersebut lebih penting ketimbang ruangan yang disediakan untuk pernyataan-pernyataan yang tampak. Dengan demikian perhatian banyak dicurahkan pada pernyataan opini suratkabarnya, aktualitas tajuk, isi, dan gaya penyajiannya. Dalam hal ini tajuk seringkali tampil sebagai perwujudan kreativitas karangan yang mencerminkan seluruh tulisan atau berita yang ada di dalam suratkabarnya.
Penulis tajuk yang bijak akan menolak headline yang menghebohkan, mengundang kejahatan, nafsu, dan benih-benih pertentangan, yang dipamerkan pada halaman-halaman berikutnya, namun akan memusatkan perhatiannya pada ide dan metode yang ia miliki untuk menyajikan komentarnya. Dia curahkan pemikirannya pada kata-kata dan dengan cara demikian ia cenderung menghilangkan kecerobohan dan terburu-burunya pelaporan serta pembuatan headline berita yang dilakukan reporternya. Dia membubui gaya tulisannya dengan pertanyaan-pertanyaan yang tepat sejalan dengan latar belakang bacaannya, serta memanfaatkan waktunya untuk menyusun naskahnya secara seksama dan bermanfaat. Hasilnya, akan tercipta seberkas prosa yang anggun, meyakinkan, memberitahukan, dan menggairahkan.
Namun demikian hendaknya kita tidak berasumsi bahwa seorang redaktur atau penulis tajuk harus menyesuaikan diri pada peraturan yang kaku dan “mati”. Dia tetap bebas mempengaruhi pembacanya dengan berbagai cara yang sekiranya dianggap tepat. Satu hal, bahwa tuntutan tajuk pada umumnya selalu muncul di bawah judul rubik yang ada pada halaman tajuknya. Mending Wilson Allen dan para redaktur daerahnya dengan efektip telah mengisi “Jalan Utama” sebagai rubik dalam hal pemecahan masalah dan kejadian yang tidak hanya terdapat di rumah-rumah, tetapi juga di tempat-tempat jauh. Henry L Menchen, 10 Pebruari 1983, mengisi kolom penuh untuk tajuk rencana pada Baltimore Evening Sun dengan bintik-bintik hitam-sekitar 1.000.725 buah-mendramatisasikan jumlah pegawai fedral. Mendiang Rollo Ogden, ketika menjadi The New York Post, mengomentari tindakan awal Presiden Theodore Roosevelt di Panama dengan mengutip kembali salah satu kisah raja-raja dalam Perjanjian Lama (1:21), kisah perampasan yang dilakukan Raja Ahab terhadap kebun anggur milik Naboth, di bawah judul “Panama 899 SM” (Bond, 1961:216).
Sebenarnya fungsi penulis tajuk adalah menetapkan apa yang harus selalu ada, yaitu menafsirkan berita, mengarahkan opini, dan mengkampanyekan hal-hal yang baik. Mantan Gubernur Charles A Sprague, redaktur Oregon Statesman, menyatakan fungsi penulis tajuk dimaksud dengan menunjukkab bidang kegiatannya yang lebih luas, dengan menyatakan:
Penulis tajuk sekarang akan bersemangat menyibukkan dirinya dalam pekerjaannya. Mengembangkan bakat yang dimilikinya serta menggunakan kebebasan dengan tidak gentar dalam memerangi kedohan, kekhawatiran, kemunafikan, kejahatan, dan kekaburan berfikir. Dan tidak akan ragu-ragu menangani “naga-naga” luar negri dan orang-orang sinting serta bajingan-bajingan di dalam negri. Dia akan mengarahkan khalayak ramai, bukan mengorbankan semangat berontaknya, hingga mereka terbelalak matanya, dan membiarkan mereka menyakini serta memilikinya. Apabila dia berbuat demikian, dia akan memperoleh tempat Valhalla untuk dicadangkan menjadi mantan redaktur yang baik, sarat dalam menghasilkan setumpuk lelucon sepanjang ia aktif menjalaninya (Bond, 1961:217).
Namun demikian tidak sedikit pun tajuk bermaksud melawak, karenanya penulis tajuk seringkali memikul tugasnya lebih sulit ketimbang hanya mengemukakan suatu kasus atau menyusun suatu dogma politik saja.
2.3.7. Kolom / Karangan Khusus
Sejarah mencatat dan menerbitkan bahwa gagasan untuk melaymelayani publik tertanam mendalam pada ajaran dan praktik jurnalistik. Terutama dalam hal upaya agar pembaca, pendengar, atau penontonnya memperoleh pengertian yang esensi terhadap suatu peristiwa. Seperti telah diutarakan lebih dahulu, upaya untuk itu kita jumpai dalam bentuk penyajian produk jurnalistik. Informasi tentang suatu peristiwa dilengkapinya melalui tajuk rencana. Selain dari itu jurnalistik pun memberikan aneka ragam bantuan khusus kepada publiknya dengan maksud menciptakan hidup mereka lebih sempurna, aman, subur, sehat, dan dalam banyak hal, lebih beruntung.
Beberapa segi upayanya itu dapat menghasilkan hal-hal yang erat hubungannya dengan berita yang disuguhkannya, dan ada juga yang tidak sama sekali. Di antara kiat-kiat khusus yang termasuk golongan pertama kita dapat menemukan hal-hal yang sangat berguna seperti: berita kedatangan dan keberangkatan kapal, pesawat, kereta api, dan bus-bus, catatan tentang pasang-surutnya air laut, ramalan cuaca, perkembangan bursa efek, serta bunga deposito, dan sebagainya. Demikian pula melalui rubrik Surat Pembaca, suratkabar, radio, atau pun televisi, melayani insan-insan publiknya dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengirimkan buah pikirannya, menyatakan tanggapannya, atau mengajukan rancabgan yang menyangkut kepentinga umum. Di antara pelayanan yang tidak ada hubungannya dengan berita, jurnalistik, menyuguhkan berbagai macam karangan khusus yang bersifat saran atau kiat yang umumnya sangat membantu paca pembaca, pendengar, dan penonton, dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapinya.
Selain menemui kawan dekat, para guru, ulama, dan para pakar di bidangnya, orang bisa juga memperoleh nasihat dari tulisan yang ada pada suratkabar, atau siaran yang disampaikan oleh radio dan televisi. Nasihat atau saran yang dimanfaatkan untuk memecahkan segala masalah yang dihadapinya. Melalui jurnalistik kita bisa menjumpainya dalam bentuk tulisan-tulisan yang berisi nasihat bagi orang yang patah cinta, kiat-kiat dalam berumah-tangga, cara memelihara, mendidik, dan menegakkan disiplin bagi anak-anak, cara memelihara kesehatan, kegemaran, dan kebugaran tubuh.
Untuk mengantisipasi datangnya peristiwa-peristiwa yang bersifat insidental, jurnalistik terutama suratkabar, ikut membantu publiknya dengan menyuguhkan sejumlah pengetahuan yang sifatnya abadi dan bisa memanfaatkan bila sewaktu-waktu masalahnya datang. Misalnya, dalam hal mengkampanyekan keselamatan lingkungan, baik di pemukiman maupun di tempat kerja, jurnalistik menyumbangkan cara-ca ra seperti pekan pencegahan kebakaran, pekan penghijauan, pekan penanggulangan sampah, dan sebagainya. Demikian pula halnya dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan kebodohan, jurnalistik dapat dilibatkan dalam bentuk karangan-karangan yang bersifat tambahan informasi, himbauan, dan/ peningkatan wawasan pengetahuan publiknya. Misalnya, untuk menambah ketebalan iman dan takwanya umat terhadap agamanya, jurnalistik menyuguhkan berbagai karangan mengenai bidang keagamaan. Begitu pula di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, jurnalistik banyak menampilkan karangan-karangan tentang penemuan-penemuan , dan teknologi.
Karangan-karangan khusus seperti yang telah dikemukakan tadi, dalam suratkabar dan majalah, dikenal dengan sebutan kolom (column). Dalam pembendaharaan kata bahasa Indonesia istilah ini berasal dari columnist. Dalam bahasa Inggris istilah columnist diartikan sebagai penulis karangan khusus, berupa komentar, saran, informasi, atau hiburan, pada suratkabar atau majalah secara reguler (Stewart, 1970:  menjelaskan arti kolumnis sebagai penulis yang menyumbangkan artikel (karangan) pada suatu surtkabar atau majalah secara tetap. Kadang-kadang tulisan dimaksud dikirimkan langsung untuk dimuat dalam suratkabar atau majalah. Namun di Barat biasanya para kolumnis menulis karangannya khusus untuk didistribusikan oleh sebuah sindikat sejumlah suratkabar atau majalah.
Adapun istilah column sendiridiartikan Webster (1957: 64) sebagai artikel pada suratkabar atau berkala lainnya. Di samping itu column juga diartikan sebagai pilar yang dibuat untuk menyangga sesuatu yang berat, seperti atap atau bagian atas suatu bangunan (Feldman, 1965: 1250). Dalam hal ini column merupakan istilah arsitektur yang berwujud pilar yang terdiri atas tiga bagian, yaitubagian dasar (pangkal), tangkal (batang) dan bagian kepala (atas). Bagian dasar merupakan bagian alas di mana tangkai dan kepalanya berdiri. Sedangkan bagian tangkai (batang) merupakan bagian tengah yang biasanya berbentuk silinder atau persegi. Adapun bagian kepala berada di atas batang tadi. Semua bagian tersebut diukir secara arsitektur dalam bentuk-bentuk Doric, Ionic,Tuscan, Corrinthian, atau Composite.
Pada awalnya, panggilan kolumnis ditujukan kepada para abdi jurnalisme di abad ke-20 yang pada abad ke-19 dikenal sebagai redaktur pengoreksi naskah. Pribadi-pribadi yang tidak dikenal dan selalu anonim pada halaman-halaman tajuk itu kini telah membangkitkan para pembaca tulisannya untuk mengenal pribadinya secara langsung atau tidak, membawakan pandangan penerbit dimana mereka bertugas, sehingga para pembaca pun bisa memihak salah seorang dari mereka dan menganggapnya sebagai juru bicara suratkabar.
Sebelum 1920, para kolumnis seperti Eugne Field dan Franklin Pierce adams, menerbitkan berbagai sejak, humor, lelucon yang aneh-aneh, dan esei-esei ringan karangannya sendiri atau dari para kontributornya. Column gossip tentang skandal pribadi para tokoh, terutama dalam dunia hiburan, oleh para penulis seperti Walter Winchell berhasil dipopulerkan pada 1920-an. Problem sosial dan ekonomi 1930-an merangsang orang-orang “pintar” untuk mengembangkan pandangan politiknya, di antaranya Walter Lippmann, bekerjasama dengan para pengedar “informasi intern” dan ramalan seperti Drewpearson. Pada 1960-an ratusan column berisi hampir setiap segi kemanusiaan, dari soal cinta dan kesehatn sampai pada ilmu pengetahuan dan keuangan, muncul pada harian-harian dan berkala lainnya di Amerika dan Eropa. Bahkan di Indinesia lebih luas lagi isinya. Selain masalah kemanusiaan, juga masalah kebijaksanaan para penguasa selalu menjadi sorotan para kolumnis yang kritis seperti: Mahbub Djunaedi (alm.), Emha Ainun Nadjib, Amien Rais, A. M. Fatwa. Atang Ruswita (alm.), Jacub Oetama dan lain-lain.
Apabila kita pilah-pilah menurut sifat dan materi tulisan yang dikemukakan para kolumnis itu, kita akan menemukan delapan bentuk column [kolom] (Bond, 1961: 228-230), yaitu:
1.    KOLOM TAJUK. dalam tulisan dimaksud kita jumpai karangan yang bentuknya menyerupai tajuk rencana, namun ulasannya berunsurkan pendapat perorangan. Karenanya bentuk tulisannya pun menyuarakan pandangan dan ide-ide yang dimiliki dan dipikirkan kolumnisnya sendiri terhadap situasi dan kondisi lingkungan yang dihadapinya. Ribuan pembacanya menggunakan tulisan yang bersifat tajuk tersebut untuk mendorong dan membimbing jalan hidupnya. Tulisan bentuk tajuk ini bisa tampil dengan menggunakan by-line (nama penulis di bawah judul karangan) penulisnya.
2.    KOLOM STANDAR. Bentuk kolom ini mengemukakan hal-hal yang kurang penting dan disampaikan dalam satu atau beberapa paragraf saja. Karakteristiknya menggunakan sentuhan ringan. Penyusunnya seperti bentuk Gleanings pada Springfield Republican, dan pada mulanya disebut proses “pengerukan barang tercecer”. Bentuk ini seringkali tidak membubuhkan inisial penulisnya, dan kadang-kadang tulisan dimaksud hasil karya perorangan atau suatu tim.
3.    KOLOM GADO-GADO. Di sini kolumnis menyajikan beberapa subjek dari sana-sani. Ia menggunakan keaneka-ragaman sebagai prinsip bimbingannya, dan berusaha agar isi karangannya dapat menjelaskan motifnya. Dengan demikian dalam tulisan gado-gado tersebut mungkin terdapat sejak atau iklan yang menjengkelkandengan menyodorkan pepatah yang dipermodern atau menirukan ucapan-ucapan seseorang dengan maksud mengritiknya. Untuk hal demikian ia pun berusaha menggunakan keaneka ragam tipografi dan bentuk-bentuk wajah serta susunan gambar dan warna yang gampang ditangkap mata dalam penyajiannya.
4.    KOLOM KONTRIBUSI. Kolom dimaksud dikerjakan oleh para penyair amatir, pengeritik, atau para pencipta “hal-hal yang bagus”, dan dijual oleh seorang atau badan konduktor yang mengumpulkannya. Tentu konduktor pun memilih karangan-karangan yang laku dijual, bahkan menyediakannya. Tampaknya setiap orang merasa gembira atas pengurusannya itu. Para amatir biasanya cukup merasakan imbalannya dengan pemuatan miliknya serta publisitas tentang dirinya saja. Dengan demikian si konduktor merasa bahwa dia telah memberiakan dorongan kepada para penulis baru. Umumnya para pengarang yang berpengetahuan baik mengawali karirnya di bidang itu dengan menyumbangkan tulisannya kepada para konduktor. Dalam hal ini kita mengenal penyair termashur Edna St. Vincent Millay, yang memulai debutnya dengan sajak-sajaknya yang disiarkan melalui konduktornya, The Conning Tower dari FPA (Features Publisher Association).
5.    KOLOM ESSEI. Tulisan semacam ini kini jarang dijumpai, karena penulisannya sangat langka. Ketika menulis The Bowling Green untuk Evening Post New York, Cristopher Morley tiap hari mendemokrasikan essei yang mempesona. Gemilangnya essai yang dulu dikenal sebagai prosa vers de societe, disebabkan oleh tangan-tangan para penulisnya yang terkenal seperti Joseph Addison, Charles Lamb, Oliver Goldsmith, dan baru-baru ini kita kenal pula G. K. Chesterton dan A. A. Mile. Memang dengan essei-lah semua orang bisa melakukan apa saja. Mereka dapat mengejek, mengoceh, menipu, atau mempesona. Dalam hal ini essei memiliki jajaran pokok persoalan yang tidak terbatas, namun peraturannya sangat keras, selamanya harus bersifat mendidik dan tidak membosankan. Dalam bentuk demikian bisa dibuat sebuah karangan yang terdiri dari beberapa essei dengan subyek yang banyak atau essei denan satu subyek. Dengan demikian jasabaik jurnalistik tampak bertambah lagi.
6.    KOLOM GOSIP. Minat terhadap ikhwal manusia-kebijakannya yang sering juga ditambah dengan sifat-sifat buruknya menyebabkan kita memasang telinga terhadap apa yang digosipkannya. Para redaksi mingguan daerah telah lama mengetahui tentang potensi daya tarik tersebut, karenanya berkalanya sering dipenuhi artikel-artikel kecil tentang hubungan tetangga dan kawan-kawannya. Suratkabar-suratkabar kota besar menyajikan berita-berita tentang peristiwa di kota-kota kecil dengan dibumbui tulisan-tulisan gossip. Dari situ para pembaca memperoleh informasi tentang hal-hal yang negative atau kekonyolan seseorang yang dibesar-besarkan dan akan menjadi besar, sehingga khalayak mengenal orang yang menjadi termashur itu karena membaca informasinya (gosip) tadi, dan telah melihat gambarnya dalam suratkabar-suratkabar. Walter Winchell, mantan wartawan “Pejalan Kaki”, membuat mashur dan populernya gossip dengan mengkhususkan pemberitaannya pada pembeberan rahasia kawan-kawannya. Tulisan semaam itu pada mulanya sering disajikan dalam suratkabar milik Bernard Macfadden, The Evening Graphic, namun kini sering tampil dalam suratkabar di setiap Negara, sehingga mengilhami munculnya ungkapan lubang kunci jurnalistik untuk seluruh golongan kerja suratkabar. Gossip pun dengan cepat menjadi ajang perburuan para abdi pers, yang bermaksud baik atau buruk, dalam rangka mempublikasikan penyanyi, penari, actor dan aktris, penulis atau pun politikus. Sesuai dengan jenis obyeknya kita pun mengenal gosip yang khusus menggarap para tokoh film, politik, pengusaha, seniman, dan olahraga. Di antara para kolumnis termashur dalam bidang tersebut, kita bisa mengenal nama-nama seperti Ed Sullivan, Hedda Hopper, Louela Parsons, dan “Red” Smith.
7.    SAJAK. Suratkabar yang menggunakan prosa sebagai medium utamanya, di sana sini selalu menyediakan ruangan untuk sajak. Sajak, seperti dinyatakan oleh sebutannya, terdiri dari syair-syair petualangan. Dalam hal ini sindikat-sindikat jurnalistik telah diperkaya oleh para penggubah seperti Walt Mason dan Edgart Guest, yang selama hayatnya memproduksi puluhan ribu sajak. Pembaca di seluruh jagad telah mengenal by-line-nya, dan banyak yang memperoleh kesenangan serta inspirasi dari karyanya itu. Beberapa suratkabar merasa bangga dengan kualitas dan gaya sajaknya. Sajaknya yan paling baik sering muncul dalam suratkabar-suratkabar seperti The Conning Tower dari FPA. Biasanya sajaknya hanya terdiri dari satu syair saja, sementara itu ada juga menyajikan beberapa syair pendek yang masing-masing ditulis oleh para penulis yang berbeda. Sebabian semua yang bersifat alamiah dan banyak menarik perhatian pembaca, seperti pohon-pohon dan bunga-bungaan, keadaan musim, masa kecil, masa kanak-kanak, dan masa remaja, cinta muda-mudi, cita ibu, kedamaian rumah tangga, masalah keluarga yang bersifat human insert, dan politik. Di Indonesia pun telah banyak tulisan demikian yang disajikan suratkabar-suratkabar atau majalah, baik nasional maupun lokal. Karenanya kita pun mengenal banyak penulisnya yang terkenal seperti Chairi Anwar, Ali Hasjmy, W.S.Rendra, Geonawan Mohamad, Sutardji Calzoum Bachri, Emha Ainun Nadjib, Acep Zamzam Noor, dan ratusan penyair laiinya.
DOPESTER (informasi yang sangat berguna bagi para wartawan). Kita semua senang berada di belakang layar, mengintip suatu pertunjukan dari sudut di mana orang biasanya menyangkalnya. Teristimewa terhadap peristiwa-peristiwa penting tentang prakarsa seorang negarawan. Dalam hal ini dopester mempunyai teknik dan penampilan yang serupa dengan gossip, namun memiliki kelebihan dalam ocehannya yang mengandung arti informatif. Dalam tulisan dopester tokoh-tokoh yang tidak berarti disingkirkan, untuk member kesempatan bagi para pemimpin pemerintahan, politikus, atau para anggota senat, serta gossip tentang peristiwa-peristiwa nasional dan internasional. Secara tidak langsung mmbawakan para pembaca informasi “orang dalam” yang dihadapkannya. Apabila dibuat oleh orang yang memiliki sumber informasi yang resmi, tulisan dopester sering menakjubkan para pembacanya, sebab di dalammya mengandung informasi dugaan yang belum dinyatakan dan dijelaskan oleh pihak-pihak yang berkompeten atau pun pemerintah. Nama Drew Pearson mengutamakan semua san daran dalam kategori ini, dan Washington Merry-Go-Round memilikinya yang diedarkan ke seluruh manca Negara lebih banyak menarik perhatian pembacanya ketimbang sindikat-sindikat karangan lainnya. Lapangan lain yang dihiasi tulisan dopester adalah tentang olahraga, menyajikan hal-hal yang sama dengan gossip dalam hal bahan dan ramalannya. 

Opini dalam Surat Kabar

Opini (Views) dalam Surat Kabar
Secara harfiah, makna opini adalah pendapat. Opini (views) merupakan salah satu produk jurnalistik yang dalam surat kabar biasanya meliputi : artikel, tajuk rencana (editorial), karikatur, pojok, kolom, dan surat pembaca. Selain opini, ada pula pakar ilmu jurnalistik yang menggunakan istilah lain, yaitu ulasan (view).
Kusadi Suhandang, 2010:149, menjelaskan mengenai ulasan atau view :
“Dalam kamus besar bahasa Indonesia terbitan balai pustaka Jakarta (1990: 986) istilah ulasan diartikan sebagai kupasan atau tafsiran terhadap suatu masalah. Sedangkan ulasan atau tanggapan atas berita, pidato dan sebagainya, untuk tujuan menerangkan atau menjelaskannya, kamus tersebut (1990: 452) menunjuk pada kata komentar. Adapun kata kupasan dijelaskan sebagai analisis, uraian, atau kritik terhadap sesuatu masalah (Moeliono, 1990: 477).
Menurut Vincent Price, opini adalah :
Judgment formed in the mind about particular action on proposed action of collective concern. Pendapat yang terbentuk dalam pikiran tentang berbagai macam kegiatan atau mengemukakan kegiatan yang menjadi perhatian bersama”(Sunargo, 1997:88).

Istilah ulasan ini diartikan sebagai komentar, lisan maupun tulisan terhadap suatu peristiwa, seseorang atau opini seseorang. Ulasan atau view  pada hakikatnya merupakan tulisan atau ucapan yang berbentuk komentar terhadap suatu masalah, pendapat orang lain, peristiwa, ataupun situasi dan kondisi lingkingan sekitar.[1] Komentar dalam arti uraian yang bersifat analitik dan kritik. Pemisahan secara tegas berita dan opini, merupakan konsekuensi dari norma dan etika luhur jurnalistik yang tidak menghendaki berita sebagai fakta objektif, diwarnai atau dibaurkan dengan opini sebagai pandangan yang sifatnya subjektif.



[1] Kustadi Suhandang, Pengantar JURNALISTIK seputar Organisasi, Produk dan Kode etik, Nuansa, 2010. H. 150.

Fungsi Surat Kabar

Fungsi Surat Kabar
Pada jaman modern sekarang ini, surat kabar tidak hanya mengelola berita, tetapi juga aspek-aspek lain untuk isi surat kabar. Karena itu fungsi surat kabar sekarang meliputi berbagai aspek, yaitu :
a.      Menyiarkan informasi (to inform)
Adalah fungsi surat kabar yang pertama dan utama khalayak pembaca berlangganan atau membeli surat kabar karena memerlukan informasi mengenai berbagai hal mengenai peristiwa yang terjadi, gagasan atau pikiran orang lain, apa yang dilakukan orang lain, apa yang dikatakan orang lain dan lain sebagainya.
b.      Mendidik (to educate)
Sebagai sarana pendidikan massa (Mass Education),

Sejarah Jawa Pos

Sejarah Harian Jawa Pos
Jawa Pos adalah surat kabar harian yang berpusat di Surabaya, Jawa Timur. Jawa Pos merupakan harian terbesar di Jawa Timur, dan merupakan salah satu harian dengan oplah terbesar di Indonesia. Sirkulasi Jawa Pos menyebar di seluruh Jawa Timur, Bali, dan sebagian Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Jawa Pos mengklaim sebagai "Harian Nasional yang Terbit dari Surabaya"
Berbicara tentang suratkabar Jawa Pos tentu tak lepas dari pemikiran sang arsitek pertama yang merancang berdirinya harian ini. Ia adalah

Jumat, 07 Juni 2013

KOMUNIKASI MEDIA


24 Maret 2013
INDONESIA Vs ARAB SAUDI
Dalam Orientasi Bisnis Media

Pertandingan Pra Piala Asia 2015 antara Indonesia melawan Arab Saudi pada 23 Maret 2013 tadi malam sudah pasti menjadi acara televisi paling ditunggu oleh masyarakat dari semua acara televisi yang lainnya. Masyarakat Indonesia kususnya pecinta sepak bola tidak bakalan mau ketinggalan menyaksikan pertandingan Timnas kebanggaan tanah airnya sendiri. Apalagi sebelumnya Ttimnas Indonesia kalah pada laga melawan Iraq dengan hasil 0:1. Harapan masyarakat yang ingin melihat Timnas kesayangannya memenangkan laga tentu menjadi faktor utama bagi masyarakat untuk menyaksikan pertandingan Timnas lewat media televisi (yang tidak mungkin menyaksikan pertandingan langsung di stadion) dikandang sendiri.
Permainan Bisnis Media
Media nasional yang cerdas takkan begitu saja melewatkan momen cantik ini untuk memperoleh hak siar pertandingan timnas. Selain laga disiarkan pada jam tayang prime time, acara pertandingan sepak bola Indonesia melawan Arab Saudi bakal menjadi program acara televisi paling

GREEN AND CLEAN (KOMUNIKASI PEMASARAN)


A.     Latar Belakang
Suhu udara yang panas merupakan permasalahan pokok pada kota-kota besar terutama daerah yang memang beriklim panas dan tropis seperti di Indonesia. Hal ini tentu menjadi PR rumit dan tidak mudah untuk diselesaikan dalam jangka waktu yang singkat. Untuk itu pemerintah dan warganya harus bekerja keras bahu-membahu dan salingmendukung dalam upaya menciptakan wilayah yang hijau dan bersih. Sehingga wilayah tersebut menjadi asri dan nyaman untuk ditempati. Bukan tidak mungkin, apabila suatu daerah atau kota yang asri dan nyaman tersebut akan banyak mengundang banyak perhatian dari luar daerah atau kota tersebut. Misalnya saja daerah kabupaten Malang. Daerah yang memang memiliki suhu dingin ini menjadi objek wisata yang banyak diminati oleh para wisatawan dari berbagai daerah. Selain menjadi objek wisata, daerah ini juga sangat tepat untuk lahan perkebunan terutama sayur-sayuran, buah-buahan juga pepohonan yang membutuhkan suhu dingin. Kota Malang ini memang seakan-akan mewarisi kesejukan dari alam yang disajikan untuk para penghuninya dan para wisatawan. Kemudian bagaimana dengan permasalahan yang dihadapi oleh kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta dan Surabaya? Apakah kota-kota ini juga dapat memiliki kesejukan dan keasrian layaknya kota Malang? Banyak orang pasti akan menjawab tidak mungkin. Karena dari suhu dan temperaturnya sudah sangat berbeda.
Kota besar seperti surabaya, seiring dengan perkembangan zaman kemudian berevolusi menjadi kota industri dengan segala aktivitas produksinya memberikan warna berbeda dari kota-kota yang lain. Sudah menjadi hukum alam (seakan-akan), jika suatu daaerah diproyeksikan menjadi sebuah wilayah industri maka sudah pasti terjadi perluasan wilayah yang menggusur ekosistem lainnya terutama tumbuh-tumbuhan. Keganasan industri ini segera merenggut kehijauan dan kesegaran udara dari lingkungan yang dimiliki surabaya dan penduduknya. Tidak salah lagi memang, apabila tumbuh pesatnya industri apalagi di perkotaan besar menjadikan daerahnya terasa panas membakar.
Menghadapi problematika sosial dan alam akibat perluasan industri, memaksa pemerintah untuk memutar-mutar otaknya dalam berupaya menanggulangi dan menyelesaikan permasalahan kota dan ke-panas-annya. Mungkin, apabila kita meluangkan sedikit waktu untuk melihat secara lebih jauh keadaan kota Surabaya, saya yakin apa yang kita pikirkan pasti sama; yaitu tentang cara penyelesaian problem kota Surabaya ini.
Terobosan yang patut diacungi jempol kanan oleh semua kalangan adalah, diadakannya program Surabaya Green & Clean (SGC). Program yang dimulai pada tahun 2005 ini diprakarsai oleh

KAJIAN KOMUNIKASI (METODE PENELITIAN KOMUNIKASI)


A.     Latar Belakang

Komunikasi merupakan keilmuan yang memiliki kajian luas dan selalu berkembang bahkan dapat membantu untuk mengkaji ilmu-ilmu sosial lainnya. Ilmu komunikasi seakan menjadi oase bagi keilmuan sosial lainnya yang dapat membantu dalam mengkaji suatu objek atau dalam mengkaji pengembangan keilmuan serta  menguji teori-teori ilmu komunikasi dan ilmu sosial sebagai relevansi terhadap realitas.
Isu-isu kekinian dan objek-objek yang memiliki pengaruh besar terhadap publik masyarakat biasanya mendapat perhatian khusus dari para ilmuan dan akademisi serta masyaraakat umum. Objek yang memiliki pengaruh besar biasanya cepat mendapat respon dari kalangan ilmuan dan peneliti memiliki peluang besar untuk dikaji dan dianalisis atau diteliti. Bagi masyarakat, isu kekinian dan objek-objek berpengaruh selalu ramai untuk digunjingkan dan tak habis-habis untuk diomongkan. Realitas tersebut tidakluput dari media yang memiliki fungsi sebagai pembentuk opini publik, sehingga apa yang dikehendaki media seakan-akan menjadi kehendak publik.
Media selalu mampu dalam mengolah isu dan berita menjadi komunikasi yang efektif tehadap publik. Media juga mampu memberikan penilaian secara tidak langsung terhadap suatu objek,

KOMUNIKASI ORGANISASI


Analisis Komunikasi Organisasi pada Struktur Organisasi 
dengan Penerapan Sistem Manajemen Talenta

Pengertian Talenta
Banyak peneliti memberikan berbagai definisi dari “talenta” dalam berbagai perspektif. Buckingham dan Clifton (2001) dalam bathnagar (2008) menunjukkan talenta yang mengacu pada alam berulang pola pikiran, perasaan atau perilaku yang dapat diterapkan secara produktif. Talenta secara alami ada di dalam orang, sedangkan keterampilan dan pengetahuan harus diperoleh. Mereka lebih memilih kekuatan panjang, yang terdiri dari kombinasi pengetahuan, keterampilan, dan talenta. Talenta adalah bawaan, sedangkan keterampilan dan pengetahuan dapat diperoleh melalui pembelajaran dan praktek. Ketika talenta ditambah dengan pengetahuan dan keterampilan, hasil menjadi kekuatan individu. Rath dan Conchie (2008) menyatakan talenta akan stabil sepanjang waktu dan merupakan kunci untuk efektivitas. Buckingham dan Clifton (2001) menekankan bahwa tidak pernah mungkin untuk memiliki kekuatan tanpa talenta yang diperlukan.
Morton (2004) dalam bathnagar (2008) mendefinisikan talenta sebagai seorang individu yang memiliki kemampuan untuk membuat perbedaan yang signifikan dengan kinerja saat ini dan masa depan perusahaan. Goffee dan Jones (2007) menyatakan bahwa talenta adalah beberapa ide-ide karyawan, pengetahuan dan keterampilan yang memberikan mereka potensi untuk menghasilkan nilai yang tidak proporsional dari sumberdaya yang mereka miliki. Tansley, Harris, Stewart, dan Turner (2006) menyatakan bahwa talenta dapat dianggap sebagai kombinasi kompleks keterampilan karyawan, pengetahuan kemampuan, kognitif dan potensial. Nilai-nilai karyawan dan preferensi pekerjaan adalah juga sangat penting.

Manajemen Talenta
Menurut Mihelic dan Plankar (2010) Istilah “talent management” mengandung arti

Rabu, 22 Mei 2013

KOMUNIKASI TRANSENDENTAL



KOMUNIKASI TRANSENDENTAL
Oleh : Dra. Hj. Dewi Widowati, M,Si.

Sebagai makhluk sosial, kita perlu berhubugan, bergaul dengan sesama manusia lain. Itu merupakan sisi dinamis dari manusia. Hubungan yang dilakukan atau dijalin setiap saat merupakan kegiatan berkomunikasi.
Dalam ilmu komunikasi dikenal dengan istilah komunikasi antarpersona, komunikasi intra persona, dan komunikasi isyarat. Sedangkan komunikasi yang dilakukan antara manusia dengan Tuhannya, dalam ilmu komunikasl disebut komunikasi transendental. Keempat bentuk komunikasi tersebut dalam istilah Islam dikenal dengan sebutan hablu minnallah dan habluminannas.
Komunikasi transendental memang tidak pernah dibahas secara luas, cukup dikatakan bahwa komunikasi transendental adalah komunikasi antara manusia dengan Tuhan, dan karenanya masuk dalam bidang agama.
Prof. Dedy Mulyana, pakar ilmu komunikasi, mengatakan bahwa bentuk komunikasi ini paling sedikit dibicarakan dalam disiplin ilmu komunikasi,

KOMUNIKASI ISLAM



KOMUNIKASI ISLAM


1. Memahami Komunikasi Umum dan Komunikasi Islam

      Sebelum memahami lebih jauh, perlu dijelaskan terlebih dahulu arti  dari komunikasi dalam pandangan umum dan komunikasi dalam pandangan Islam (komunikasi Islam). Secara mendasar harus dipahami dahulu terkait dengan arti dari komunikasi. Istilah komunikasi berasal dari kata communicare yang di dalam bahasa latin mempunyai arti berpartisipasi, atau berasal dari kata commonness yang berarti sama=common.
Dengan demikian, dengan sederhana sekali, dapat kita artikan bahwa seseorang yang berkomunikasi berarti mengharapkan agar orang lain ikut serta berpartisipasi atau bertindak sama sesuai denga tujuan, harapan atau isi dari pesan yang disampaikan. Pernyataan ini selaras dengan pernyataan  pakar komunikasi prof. Wilbur Schramm, yang memberikan pernyataannya sebagi berikut.
‘when we communication, we are traying to estabilish a communes with someone. That is we are traying to share information, an idea or an attitude,……………..communication always requires at least tree element – the soruch, the messege, and des tination.

      Dari pernyataan Wilbur Schramm diatas, Schramm ingin menekankan bahwa dengan berkomunikasi

KOMUNIKASI NON-VERBAL



Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara.
Para ahli di bidang komunikasi nonverbal biasanya menggunakan definisi "tidak menggunakan kata" dengan ketat, dan tidak menyamakan komunikasi non-verbal dengan komunikasi nonlisan. Contohnya, bahasa isyarat dan tulisan tidak dianggap sebagai komunikasi nonverbal karena menggunakan kata, sedangkan intonasi dan gaya berbicara tergolong sebagai komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal juga berbeda dengan komunikasi bawah sadar, yang dapat berupa komunikasi verbal ataupun nonverbal.
Dari penjelasan diatas, dapat kita fahami bahwa komunikasi non-verbal merupakan penyampaian pesan tanpa menggunakan kata. Namun berbeda pula dengan komunikasi non-lisan.

Jenis-jenis komunikasi nonverbal